Saya dilahirkan di sebuah desa yang cukup jauh dari perkotaan, sekitar 200-an Km dari pusat kota Palembang ibu kota Sumatera Selatan, nama desanya adalah Pandan Agung. Mayoritas penduduk yang tinggal di desa saya adalah penduduk asli keturunan setempat, yakni suku komering. Dimana suku ini adalah adalah satu klan dari Suku Lampung yang berasal dari Kepaksian Sekala Brak yang telah lama bermigrasi ke dataran Sumatera Selatan pada sekitar abad ke-7 dan telah menjadi beberapa Kebuayan atau Marga. Nama Komering diambil dari nama Way atau Sungai di dataran Sumatera Selatan yang menandai daerah kekuasaan Komering.Sebagaimana juga ditulis Zawawi Kamil (Menggali Babad & Sedjarah Lampung) disebutkan dalam sajak dialek Komering/Minanga: "Adat lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik tanoh pagaruyung pemerintah bunda kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, Sangon kok turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai ti usung dilom adat pusako""Adat Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang (Nangka Bercabang, Sezaman dengan ranah pagaruyung pemerintah bundo kandung di Minang Kabau, Naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Berak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa di dalam adat pusaka, Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa".
Adapun stigma yang selalu melekat pada masyarakat komering adalah sangat kental akan watak dan perangai yang keras serta tempramental, hal ini banyak di jumpai dalam hampir setiap literatur atau dalam perbincangan baik secara forum yang formal maupun non formal. Berbagai penelitian mengungkapkan banyak faktor yang mengakibatkan “STIGMA” itu terus berkembang dan menjadi momok tersendiri bagi masyarakat komering, sebagai contoh kadang kala orang komering sendiri akan menyangkal asal daerahnya ketika di tanya dari daerah mana dia berasal, entah karena kebetulan atau memang seperti itu “tanggapan”orang tentang eksistensi komering sendiri.
Dari berbagai pendapat yang keluar dan muncul dipermukaan sesungguhnya ada nilai yang sangat indah yang dimiliki komering, mulai dari cara hidup maupun keseharian serta adat kebiasaan yang selalu dipegang oleh orang komering.
Keunikan ini tercermin dalam pernikahan yang pada umumnya terjadi pada orang komering, ada 3 (tiga) bagian makan-makan (semacam resepsi) selain tamu yaitu pihak yang dituakan (khusus laki-laki), wanita (telah menikah biasanya yang mebantu gotong royong) dan yang ketiga adalah pemuda dan pemudi semua peralatan makan mulai dari piring hingga lauk pauk mulai dari setting meja hingga pembersihan alat-makan biasanya diprakarsai oleh pemuda dan pemudi sedangkan wanita (yang telah berkeluarga) pada umumnya memasak. Ajang makan bersama pemuda pemudi juga disebut sebagai ajang mencari jodoh karena pada saat itu ada acara yang dikhususkan bagi kaum muda dan mudi yaitu makan bersama dalam satu “nampan” besar yang biasanya satu nampan untuk 3-4 pemuda yang terpisah dari nampan pemudi tetapi tetap satu ruangan besar, yang tentunya setelah orang-orang yang dituakan makan terlebih dahulu,momen ini sangat ditunggu oleh kaum muda mudi komering, semacam telah menjadi kebiasaan pada masyarakat komering hal ini telah terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama, inilah yang selalu membuat orang komering merasa dekat dan memiliki tali persaudaraan yang kuat.
Sewaktu kecil saya termasuk anak yang suka bermain tanpa ingat waktu dan tidak suka sekali tidur siang. Setiap hari saya merasa kekurangan waktu untuk bermain, jadi rasanya rugi jika harus tidur siang dan waktu terbuang begitu saja tanpa ada yang diceritakan keesokan harinya di sekolahan.
Kesenangan saya dulu adalah bermain dengan memasuki hutan atau yang suasananya dekat dengan alam. Adapun yang sering saya lakukan adalah mencari burung dengan ketapel, belajar membuat jebakan burung, mencari dan mengenali sarang dari jenis-jenis burung, mencari tanaman-tanaman hutan dan mengenalinya, mandi dan bermain di sungai pinggiran hutan, memancing dan memasang jaring ikan, menangkap ikan dengan tangan kosong beramai-ramai, bermain dan memancing di sawah sambil membantu seadanya dan permainan-permainan lainnya yang sering dimainkan oleh anak-anak pada umumnya.
Pada waktu itu susana desa sangat berbeda dengan sekarang ini, dimana pinggiran desa atau bagian belakang perkampungan yang posisinya memanjang mengikuti jalan raya masih dipenuhi oleh hutan. Walaupun sebenarnya jika digolongkan mungkin tidak termasuk kategori hutan yang murni tapi setidaknya keanekaragaman hewan dan tanaman masih seperti hutan yang belum terjamah. Burung-burung yang ada masih cukup beraneka ragam mulai dari burung kutilang, merba, murai, terkukur, ketitiran, jalak dan masih banyak lagi jenis-jenis lainnya yang saya tidak tahu namanya dalam bahasa indonesia. Yang lebih menyedihkan saya adalah kondisi sungai yang sekarang sudah seperti parit drainase limbah perkampungan. Padahal saya ingat sekali dulu bertahun-tahun sungai di desa kami itu bisa menjadi mata pencaharian sebagian penduduk kampung. Saya tahu persis karena saya dulu mulai dari SD sampai dengan lulus dari SMP, 60 % keseharian saya adalah memancing baik itu di sungai-sungai yang berada di dalam hutan maupun yang di ada di tengah perkampungan. Memang tidak sepenuhnya saya duduk berjam-jam hanya menunggu pancingan, tetapi lebih ke suasana berpetualang dengan teman-teman. Jadi biasanya selain membawa pancingan tapi kami juga tidak lupa membawa ketapel lengkap dengan batu kerikil, jaring ikan, beras untuk dimasak (kadang-kadang) dan peralatan lainnya tergantung tujuan yang lebih dominan. Jenis-jenis ikan yang sering saya dapatkan pada waktu itu yakni ikan baung, ikan hindik (sejenis anak baung), layos-layos, mailom (sejenis ikan mas dan nila), lampam, langli, tilan dan jenis-jenis lain yang sekarang hampir semuanya sudah punah.
Semasa kecil saya merasa desa saya tersebut sangat besar dan masih banyak bagian hutan yang saya dan teman-teman belum berani untuk memasukinya. Setiap hari seperti berpetualang, setiap hari seperti selalu menemukan hal baru, setiap hari selalu ingin becerita kepada teman sebatas mana petualangan .......bersambung
0 komentar:
Post a Comment